Kamis, 01 Mei 2008

Fluktuasi itu…

Suatu ketika seorang mahasiswa mengeluhkan dan menyesali dirinya yang akhir-akhir ini berbeda, perubahan yang tidak dikehendaki dan sangat dibencinya, namun justru dia terlena dalam keadaan itu hingga yang membuatnya sulit keluar dan membuangnya jauh-jauh. Dulu dia tidak ada masalah dengan belajarnya dan aktivitas(da’wah)nya, jadwal belajarnya teratur sesuai porsi tiap harinya, target membaca buku selalu terpenuhi dengan baik tiap pekannya. Begitupun dengan da’wahnya, amanah apapun, rapat (syuro) dimanapun pasti dilahap, bahkan terkadang seolah-olah hanya berganti tempat duduk saja untuk memenuhi sekian banyak syuro.
Namun sekarang semua terasa berat, persoalan yang dulunya sesuatu yang kecil dan sepele baginya, seketika menjadi sesuatu yang berat dan kompleks. Sekarang jangankan belajar dan memnuhi target membaca, memegang buku saja terasa berat, jangankan melakoni sekian banyak syuro dalam satu hari, diberi satu amanah yang sederhana saja terbengkalai. Entah apa yang terjadi padanya?
Pada dasarnya keadaan seperti kasus diatas adalah sesuatu yang alamiah dan manusiawi, kondisi yang siapa saja sewaktu-waktu sangat mungkin mengalaminya, hanya saja yang membedakan adalah pemicunya yang sangat beragam dan cara untuk kembali bangkit kepada kondisi semula, cepat, lambat atau terus berkubang didalam kemalasan dan kefuturan tersebut. Makanya Rasulullah mengajarkan kita sebuah doa, "Ya Muqallibal quluub, tsabbit qalbii ‘ala dinika”, Wahai Engkau yang membolak balikan hati, konsistenkanlah hati kami atas kebenaran dan (semangat membela) agama-Mu.
Dapat kita pahami, semangat erat kaitanya dengan suasana hati, hati erat pula kaitanya dengan keimanan seseorang. Hal ini disepakati oleh para ahli kejiwaan bahkan Rasulullah saw. pun membenarkan hal ini, beliau saw. mengatakan sesunggunya keimanan dan semangat itu akan mengalami pasang-surut, terkadang melambung tinggi dan terkadang jatuh ketitik terendah, bertambah dengan ketakwaan dan kedekatan kepada Allah swt., dan berkurang dengan bermaksiat dan menjauhi-Nya. Itulah makanya terkadang dalam ibadah, terkadang kita merasa sangat semangat sekali shalat ataupun membaca al-Qur’an, azan belum berkumandang kita sudah berada di Masjid, atau membaca Qur’an 1 juz sehari. Namun terkadang pula, shalatpun selalu ditunda-tunda bahkan sampai dipenghujung waktu, atau jangankan 1 juz/hari, membuka Al-Qur’an saja malas, na’udzu billah..
Sebenarnya banyak inisiatif yang dapat kita lakukan untuk keluar dari kondisi yang sangat merugikan dan tidak produktif itu, sebagaimana dapat kita temukan dalam teori-teori psikologi ataupun motivasi, dalam konsep Islam sangat banyak alternative yang disediakan untuk memulai proses perubahan kondisi itu kearah yang lebih baik, diantaranya adalah pemahaman konsep ikhsan dan tawashaw, kenapa dua konsep ini yang dipilih? Karena keduanya mempunyai korelasi dengan pemahaman keilmuan modern sebagaimana teori motivasi atau psikologi dengan motivasi intrinsik dan ekstrinsiknya.
Ikhsan, dalam terminologi agamanya sebagaimana disebutkan dalam hadist adalah hendaknya kita berhubungan dengan Allah seakan-akan kita melihat-Nya, dan bila kita tidak bisa bersikap seperti itu (seolah-olah melihatnya), maka sesungguhnya (tidak bisa dipungkiri) Allah selalu melihat kita. Konsep ini bila benar-benar diinternalisasikan kedalam diri kemudian dijadikan karakter kepribadian, maka motivasi untuk selalu berbuat yang terbaik, memberikan prestasi dan motivasi untuk berlaku professional tidak akan pernah kering dalam diri dimanapun dan kapanpun. Karna yang menjadi ukuranya Allah, bukan Dosen, Guru, orang tua ataupun Mas’ul dakwah dan Murobby. Dengan konsep ini seseorang akan selalu merasakan muraqabatullah, selalu diawasi dan tidak ada satu kejapanpun dalam setiap desah nafasnya luput dari pengawasan Allah. Seseorang akan tetap melakukan shalat dengan khusyu’ dan tenang tidak ada atau banyak orang yang memperhatikan shalatnya, seorang pelajar/mahasiswa tidak akan mencontek ketika ada guru/dosen ataupun tidak ada mereka yang mengawasinya, karna ada dan tidak sama saja baginya, Mahasiswa akan giat belajar dipaksa ataupun tidak dipaksa oleh orang tuanya, sebab dipaksa ataupun tidak sama saja baginya. Ukuranya hanyalah dimata Allah yang tidak terbatas kemampuan Berfikir, Mengawasi, Mendengar dan Menilai, bukan penilaian disisi manusia yang serba terbatas. Dari pemahaman seperti inilah akan memunculkan energi semangat luar biasa yang menggerakan dari dalam diri yang bisa kita sebut motivasi intrinsic.
Tawashaw, adalah saling menasehati, mengingatkan, memutaba’ahi (mengevaluasi) atau mengkritisi semua merupakan istilah-istilah yang bisa include kedalam makna tawashaw. Dalam Al-Quran dapat kita temui salah satunya dalam Surah Al-‘Ashr:3, dengan artian saling menasihati dalam rangka kebenaran dan saling menasihati dalam rangka kesabaran. Sejarah mengajarkan kita keberhasilan, kesuksesan akan mudah diraih bila membangun budaya saling mengingatkan, mengevaluasi dan saling mengkritisi secara objektif tentunya. Dalam berproses kita tidak bisa hanya mengandalkan kemampuan individu unsich, harus dibantu dan ada campur tangan orang lain diluar diri kita sendiri. Terkadang kekurangan, kelemahan tidak terlihat bahkan tidak kita sadari, justru tampak jelas bagi orang lain yang memandang dan menilai kita, sehingga mutlak tawashaw ini dibutuhkan bila proses yang kita inginkan itu berhasil sempurna. Dorongan dan peran serta orang lain ini bila dilakukan secara proporsional dan berkesinambungan yang kemudian mampu menstimulasi semangat seseorang, inilah yang merupakan bentuk lain dari motivasi ekstrinsik.
Kedua konsep tersebut diatas adalah satu kesatuan yang mustinya tidak dipisahkan dalam usaha kita meminimalisir fluktuasi semangat dan keimanan untuk kemudian menstabilisasi serta menguatkan proses perubahan kondisi seseorang dari lemah menjadi kuat, pasang menjadi surut, terseok menjadi tegar dan jatuh menjadi bangkit kembali. Keduanya saling menguatkan dan melengkapi satu sama lain, mengesampingkan salah satunya berarti menjauhkan keberhasilan proses dan memperpanjang riwayat kerusakan dalam kubangan kelemahan, kegagalan dan kefuturan

***

Di keheningan menjelang pergantian hari.
Al-Muhibbah, 23 April 2008

[+/-] Selengkapnya...